Sabtu, 17 November 2012
Metodologi dan Solusi Manajemen Risk Perbankan
Penerapan manajemen risiko dalam penggunaan Teknologi
Informasi oleh Bank tersebut wajib disesuaikan dengan tujuan, kebijakan usaha,
ukuran dan kompleksitas usaha Bank.
Adapun metodologi yang dilakukan untuk mengatasi resiko
manajemen IT perbankan dengan cara regulasi perbankan
1. Periode
Undang-Undang No. 14 Tahun 1967
Pengaturan tentang perbankan di Indonesia
sudah dimulai sejak zaman Belanda. Untuk menertibkan praktik lembaga pelepas
uang yang banyak terjadi pada waktu itu, dikeluarkanlah peraturan, baik dalam
bentuk undang-undang maupun berupa surat-surat keputusan resmi dari pihak
pemerintah. Diantara lembaga keuangan yang telah berdiri sejak zaman penjajahan
tersebut, yaitu De Javashe Bank N.V, tanggal 10 Oktober 1827 yang
kemudian dikeluarkan undang-undang De Javashe Bank Wet 1992.
Regulasi perbankan di Indonesia secara
sistematis dimulai pada tahun 1967 dengan dikeluarkannya undang-undang No. 14
Tahun 1967 tentang pokok-pokok perbankan. Undang-undang ini mengatur secara
komprehensif sistem perbankan yang berlaku pada masa itu. Yang akan
berhubungan dengan kedudukan perbankan syariah pada masa berlakunya
undang-undang ini adalah adanya pengaturan mengenai pengertian “kredit” yang
terdapat di dalamnya. Bab I, pasal 13 huruf c menyebutkan “kredit adalah
penyediaan uang atau tagihan-tagihan yang dapat disamakan denganitu berdasarkan
persetujuan pinjam meminjam antara bank dengan lain pihak dalam hal mana pihak
peminjam berkewajiban melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
jumlah bunga yang ditetapkan.”
Dari bunyi pasal diatas tampak
pengertian, bahwa dalam usaha bank yang ada pada masa ini (perbankan
konvensional) yang dalam operasinya menggunakan sistem kredit, tidak mungkin
melaksanakan kredit tanpa mengambil bunga.
2. Periode Deregulasi 1 Juni 1983
Pada awal tahun 1980-an, sistem
pengendalian tingkat bunga oleh pemerintah ini kemudian mengalami kesulitan.
Bank-bank yang telah didirikan sangat tergantung kepada tersediannya likuiditas
Bank Indonesia. Demikian juga karena pemerintah menentukan tingkat bunga maka
tak ada persaingan antar bank. Hal ini kemudian tabungan menjadi tidak menarik
dan alokasi dana tidak efisien. Oleh karena itu, pemerintah kemudian
mengeluarkan deregulasi dibidang perbankan tanggal 1 Juni Tahun 1983 yanh
membuka belenggu penetapan tingakat bunga tersebut sebenarnya dengan dibukanya
belenggu tingkat bunga ini maka timbullah kemungkinan bagi suatu bank untuk
menentukan tingkat bunga sebesar 0%, yang berarti merupakan penerapan sistem
perbankan syariah melalui perjanjian murni berdasarkan prinsip bagi hasil
3. Periode
Pakto 1988
Setelah dikeluarkannya PAKTO,
kemudian dimulailah pendirian Bank-bank Perkreditan Rakyat Syariah di beberapa
daerah di Indonesia. Yang pertama kali memperoleh izin usaha adalah Bank
Perkreditan Rakyat Syariah, Berkah Amal Sejahtera dan BPRS Dana Mardhatilla pada
tanggal 19 Agustus 1991. Kemudian, disusul oleh BPRS Amanah Rabbaniyah pada
tanggal 24 Oktober di tahun yang sama. Ketiga BPRS tersebut beroperasi di
Bandung, dan kemudian berdiri BPRS Hareukat pada tanggal 10 November 1991 di
Aceh
4. Periode
Undang-Undang No. 7 Tahun 1992
Titik terang untuk pendirian
lembaga bank dengan sistem syariah sebenarnya telah muncul sejak awal tahun
1990-an. Setelah adanya rekomendasi dari lokakarya ulama tentang bunga bank dan
perbankan di Cisaura, Bogor tanggal 19-22 Agustus 1990, hasil lokakarya
tersebut dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional IV MUI yang
berlangsung di Hotel Sahid Jaya, Jakarta pada tanggal 22-25 Agustus 1990.
berdasarkan amanat Munas tersebut, maka dibentuk kelompok kerja untuk
mendirikan bank Islam di Indonesia.
5. Periode Undang-Undang No. 10 Tahun 1998
Pada Tahun 1998, dikeluarkan
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7
Tahun 1992 tentang Perbankan. Pada undang-undang ini terdapat beberapa
perubahan yang memberikan peluan yang lebih besar bagi pengembangan perbankan
syariah di Indonesia. Dari UU tersebut dapat disimpulakan, bahwa sistem
,perbankan syariah dikembangkan dengan tujuan sebagai berikut:
Memenuhi kebutuhan jasa perbankan
bagi masyarakat yang tidak menerima konsep bunga. Dengan ditetapkannya sistem
perbankan syariah yang berdampingan dengan sistem perbankan konvensional,
mobilitas dana masyarakat dapat dilakukan secara lebih luas, terutama dari
segmen yang selama ini belum dapat tersentuh oleh sistem perbankan konvensional
yang menerapkan sistem bunga.
Membuka peluang pembiayaan bagi
pengembangan usaha berdasarkan prinsip kemitraan. Dalam prinsip ini, konsep
yang diterapkan adalah hubungan antar investor yang harmonis (mutual investor
relatioship). Sementara dalam bank konvensional konsep yang diterapkan adalah
hubungan debitor-kreditor (debitor to creditor relatioship).
Memenuhi kebutuhan akan produk dan
jasa perbankan mayng memiliki beberapa keunggulan komparatif berupa peniadaan
pembebanan bunga yang berkesinambungan (perpetual interest effect), membatasi
kegiatan spekulasi myang tidak prodiktif, pembiayaan ditujukan mkepada
usaha-usaha yang lebih memperhatikan unsur moral.
6. Periode
Undang-Undang No. 21 Tahun 2008
Undang Undang No. 21 Tahun 2008
tentang perbankan syari’ah, merupakan sebagai kebijakan pemberlakukan yang
ditentukan oleh kebijakan dasar dari Peraturan Bank Indonesia, yang merupakan
sebagai bank sentral indonesia untuk mengatur dan mengawasi segala kegiatan
perbankan di Indonesia. Kegiatan perbankan syari’ah didasari oleh asas, tujuan
dan fungsi dari Perbankan Syariah didalam melakukan kegiatan usahanya yang
berasaskan Prinsip Syariah/Islam, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian,
dengan bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka
meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan pemerataan kesejahteraan rakyat yaitu :
·
Untuk menjalankan fungsi menghimpun dan
menyalurkan dana masyarakat.
·
Untuk menjalankan fungsi sosial dalam bentuk
lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak,
sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi
pengelola zakat.
·
Untuk menghimpun dana sosial yang berasal dari
wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan
kehendak pemberi wakaf (wakil).
Pelaksanaan fungsi sosial
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Selain itu, solusi yang dapat
diambil adalah mengupgrade sistem E-banking yang lebih aman dan menghubungkan system
E-banking yang selalu online dengan server pusat agar lebih terkontrol. Adapun
memiliki sebuah alat dan sistem E-banking yang lebih kompleks beserta dengan sistem
keamanan.
SUMBER:
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar