nana

Powered By Blogger

Senin, 05 November 2012

Resiko Manajemen Perbankan


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Dunia perbankan memiliki sistem manajemen tetapi manajemen system ini memiliki beberapa resiko salah satunya adalah resiko IT perbankannya. Dalam hal mengatasi hal ini setiap perbankan mempunyai hokum dasar Peraturan Bank Indoneisa. Peraturan Bank Indonesia inilah yang dapat membantu setiap bank Indonesia memecahkan serta mengambil solusi masalah resiko manajemen sistemnya.
1.2  Tujuan
Tujuan Penulisan ini untuk menjelaskan masalah manajemen sistem pada dunia perbankan terutama dalam masalah IT. Dimana masalah manajemen sistem akan menemukan pilihan solusi dalam mengatasi masalah manajemen sistem ini.
1.3  Rumusan Masalah
      a. Mengapa manajemen resiko diperlukan oleh dunia Perbankan ?
      b. Seperti apakah jika semakin seringnya terjadi kerugian pada lembaga keuangan?
      c. Adakah peraturan dasar yang dapat berperan sebagai background untuk memecahkan masalah     manajemen resiko serta pengambilan solusi ?
     d. Bagaimana perkembangan layanan perbankan dengan menggunakan teknologi yang sering berpengaruh pada sistem layanan ?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kata bank berasal dari bahasa Italia banca berarti tempat penukaran uang. Sedangkan menurut undang-undang perbankan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Bank umum merupakan suatu lembaga keuangan yang sangat penting perananya dalam sebuah kegiatan ekonomi dan perdagangan karena melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan oleh bank maka dapat melayani berbagai kebutuhan pada berbagai sektor ekonomi dan perdagangan.

Berikut ini adalah pengertian dan definisi bank:

·         THOMAS SUYATNO
Bank adalah suatu badan yang tugas utamanya sebagai perantara untuk menyalurkan penawaran dan permintaan kredit pada waktu yang ditentukan
·         T. SUNARYO
Bank adalah  lembaga keuangan yang melaksanakan berbagai macam jasa, seperti memberikan pinjaman, mengedarkan mata uang, pengawasan terhadap mata uang, bertindak sebagai tempat penyimpanan benda-benda berharga, embiayai usaha perusahaan-perusahaan, dan lain-lain
·         UU No. 14/1967 PASAL 1
bank merupakan lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang
 ·         GUNARTO SUHARDI
Bank merupakan lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi perusahaan, badan-badan pemerintah dan swasta, maupun perorangan menyimpan dana - dananya
·         RACHMADI USMAN
Bank merupakan suatu lembaga keuangan yang melayani kepentingan masyarakat dalam segala bentuk transaksi yang menyangkut kepentingan dari pihak yang memakai jasa bank, dengan tanpa mengabaikan keuntungan bank baik secara langsung maupun tidak
 SULAD S. HARDANTO
Bank adalah sebuah institusi yang memiliki surat izin bank, menerima tabungan dan deposito, memberikan pinjaman, dan menerima serta menerbitkan check
·         M. ZAMRONI S.Pd
Bank adalah badan usaha milik negara atau swasta yang berfungsi menghimpun dana masyarakat dalam bentuk tabungan dan menyalurkannya kepada masyarakat (individu, kelompok, perusahaan) dalam bentuk kredit
·         DRS. T. GILARSO, SJ
Bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah menghimpun dana, memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. 

Bank Indonesia melalui PBI 5/8/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, menjelaskan defenisi risiko-risiko yang harus dihadapi Bank dalam aktivitas bisnisnya, walaupun mengadopsi Basel II namun terdapat perbedaan mengenai definisi tersebut.

 Adapun jenis risiko yang wajib dikelola bank adalah:

1.  Risiko Kredit, diartikan sebagai Risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty memenuhi kewajibannya (PBI) atau Risiko kerugian yang berhubungan dengan kemungkinan bahwa suatu Counterparty akan gagal untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya ketika jatuh tempo (Basel II).

2.  Risiko Pasar, Risiko yang muncul yang disebabkan oleh adanya pergerakan variabel pasar (adverse movement) dari portofolio yang dimiliki oleh Bank, yang dapat merugikan bank. Variabel pasar dalam hal ini adalah suku bunga dan nilai tukar serta termasuk perubahan harga option. Risiko pasar antara lain terdapat pada aktivitas fungsional Bank seperti kegiatan tresuri dan investasi dalam bentuk surat berharga dan pasar uang maupun penyertaan pada lembaga keuangan lainnya, penyediaan dana, dan kegiatan pendanaan dan penerbitan surat utang, serta kegiatan pembiayaan perdagangan.

3. Risiko Operasional, risiko yang antara lain disebabkan oleh adanya ketidakcukupan dan atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau adanya problem eksternal yang mempengaruhi operasional Bank. Risiko operasional melekat pada setiap aktivitas fungsional Bank, seperti kegiatan perkreditan, treasury dan investasi, operasional dan jasa, pembiayaan perdagangan, pendanaan dan instrumen utang, teknologi sistem informasi dan sistem informasi manajemen dan pengelolaan sumber daya manusia.

4 .Risiko Likuiditas, risiko yang antara lain disebabkan karena bank tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh waktu. Risiko likuiditas dikategorikan menjadi:
  •  Risiko Likuiditas Pasar, yaitu risiko yang timbul karena Bank tidak mampu melakukan Offsetting posisi tertentu dengan harga pasar karena kondisi likuiditas pasar yang tidak memadai atau gangguan pasar (market disruption)
  • Risiko likuiditas pendanaan, yaitu risiko yang timbul karena bank tidak mampu mencairkan asetnya atau memperoleh pendanaan dari sumber dana lain.

5. Risiko Hukum, risiko yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis. Kelemahan aspek yuridis antara lain disebabkan oleh adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung atau kelemahan perikatan seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontrak dan pengikatan agunan yang tidak sempurna.

6. Risiko Reputasi, risiko yang antara lain disebabkan oleh adanya publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan usaha bank atau persepsi negatif terhadap bank.

7. Risiko Strategik, risiko yang antara lain disebabkan adanya penetapan dan pelaksanaan strategi bank yang tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat atau kurang responsifnya bank terhadap perubahan eksternal.

8. Risiko Kepatuhan, risiko yang disebabkan Bank tidak mematuhi atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku. Didalam prakteknya risiko kepatuhan melekat pada risiko bank yang terkait dengan peraturan perundang-undangan seperti risiko kredit terkait dengan ketentuan KPMM, KAP, PPAP, BMPK.

Risiko Pasar terkait dengan Posisi Devisa Neto (PDN), risiko strategik terkait dengan ketentuan rencana kerja dan anggaran tahunan (RKAT) Bank dan risiko lainnya yang terkai dengan ketentuan tertentu. Mencermati jenis-jenis risiko dan akibat yang ditimbulkannya bagi Bank, menuntut paradigma baru bagi Bank tentang risiko perbankan. Jika dulu kita hanya mengenal risiko kredit sekarang tidak cukup hanya dengan risiko kredit saja. Jika dulu pemantauan risiko hanyalah merupakan fungsi auditor, sekarang merupakan tanggung jawab Direksi. Jika dulu risiko hanya sebagai suatu faktor negatif yang harus dikontrol, sekarang risiko diterjemahkan sebagai suatu opportunity bagi bank.

Risiko yang dihadapi dunia Perbankan:

•      Penyaluran dana yang salah sasaran
•      Kinerja SDM yang buruk
•      Kondisi perekonomian makro yang buruk
•      Persaingan yang semakin ketat antar lembaga perbankan
•      Perkembangan teknologi 
Menurut Pakar Mengenai Manajemen Risiko E-Banking, Di dalam hal ini dijelaskan bahwa untuk memastikan bahwa penerapan TIK di sebuah perbankan bisa aman maka Bank Indonesia mengeluarkan sebuah Peraturan Bank Indonesia (PBI) yaitu PBI No.9/15.PBI/2007. PBI ini terdiri atas 10 Bab dan 39 Pasal. Dan beberapa pengertian atau istilah mengenai Teknologi Informasi disajikan pada Bab 1 mengenai ketentuan umum,yaitu:

o   Teknologi Informasi
o   Electronik Banking
o   Rencana Strategi Teknologi Informasi
o   Pusat Data
o   Database
o   Disaster Recovery Center
o   Business Continuity Plan
o   Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi
Dijelaskan juga bahwa Ruang Lingkup Manajemen Risiko Teknologi Informasi diantaranya:
  •  Bank wajib menerapkan manajemen risiko secara efektif dalam penggunaan Teknologi Informasi, Penerapan manajemen risiko paling kurang mencakup, pengawasan aktif dewan Komisaris dan Direksi, Kecukupan kebijakan dan prosedur penggunaan Teknologi Informasi, Kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko penggunaan Teknologi Informasi, dan Sistem pengendalian intern atas penggunaan Teknologi Informasi. Penerapan manajemen risiko harus dilakukan secara terintegrasi dalam setiap tahapan penggunaan Teknologi Informasi sejak proses perencanaan, pengadaan, pengembangan, operasional, pemeliharaan hingga penghentian dan penghapusan sumber daya Teknologi Informasi.

Penerapan manajemen risiko dalam penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank tersebut wajib disesuaikan dengan tujuan, kebijakan usaha, ukuran dan kompleksitas usaha Bank. Bapak Budi Hermana juga menjelaskan bahwa ruang lingkup manajemen resiko tersebut relatif luas, baik secara vertikal yang juga harus melibatkan dewan komisaris, maupun menyangkut prosedural seperti identifikasi resiki dan penangannya.


BAB III
PEMBAHASAN
Penerapan manajemen risiko dalam penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank tersebut wajib disesuaikan dengan tujuan, kebijakan usaha, ukuran dan kompleksitas usaha Bank.
Adapun metodologi yang dilakukan untuk mengatasi resiko manajemen IT perbankan dengan cara regulasi perbankan:
  1.  Periode Undang-Undang No. 14 Tahun 1967

           Pengaturan tentang perbankan di Indonesia sudah dimulai sejak zaman Belanda. Untuk menertibkan praktik lembaga pelepas uang yang banyak terjadi pada waktu itu, dikeluarkanlah peraturan, baik dalam bentuk undang-undang maupun berupa surat-surat keputusan resmi dari pihak pemerintah. Diantara lembaga keuangan yang telah berdiri sejak zaman penjajahan tersebut, yaitu De Javashe Bank N.V, tanggal 10 Oktober 1827 yang kemudian dikeluarkan undang-undang De Javashe Bank Wet 1992.
Regulasi perbankan di Indonesia secara sistematis dimulai pada tahun 1967 dengan dikeluarkannya undang-undang No. 14 Tahun 1967 tentang pokok-pokok perbankan. Undang-undang ini mengatur secara komprehensif sistem perbankan yang berlaku pada masa itu. Yang akan berhubungan dengan kedudukan perbankan syariah pada masa berlakunya undang-undang ini adalah adanya pengaturan mengenai pengertian “kredit” yang terdapat di dalamnya. Bab I, pasal 13 huruf c menyebutkan “kredit adalah penyediaan uang atau tagihan-tagihan yang dapat disamakan denganitu berdasarkan persetujuan pinjam meminjam antara bank dengan lain pihak dalam hal mana pihak peminjam berkewajiban melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga yang ditetapkan.”
Dari bunyi pasal diatas tampak pengertian, bahwa dalam usaha bank yang ada pada masa ini (perbankan konvensional) yang dalam operasinya menggunakan sistem kredit, tidak mungkin melaksanakan kredit tanpa mengambil bunga.

2. Periode Deregulasi 1 Juni 1983
Pada awal tahun 1980-an, sistem pengendalian tingkat bunga oleh pemerintah ini kemudian mengalami kesulitan. Bank-bank yang telah didirikan sangat tergantung kepada tersediannya likuiditas Bank Indonesia. Demikian juga karena pemerintah menentukan tingkat bunga maka tak ada persaingan antar bank. Hal ini kemudian tabungan menjadi tidak menarik dan alokasi dana tidak efisien. Oleh karena itu, pemerintah kemudian mengeluarkan deregulasi dibidang perbankan tanggal 1 Juni Tahun 1983 yanh membuka belenggu penetapan tingakat bunga tersebut sebenarnya dengan dibukanya belenggu tingkat bunga ini maka timbullah kemungkinan bagi suatu bank untuk menentukan tingkat bunga sebesar 0%, yang berarti merupakan penerapan sistem perbankan syariah melalui perjanjian murni berdasarkan prinsip bagi hasil

3. Periode Pakto 1988
Setelah dikeluarkannya PAKTO, kemudian dimulailah pendirian Bank-bank Perkreditan Rakyat Syariah di beberapa daerah di Indonesia. Yang pertama kali memperoleh izin usaha adalah Bank Perkreditan Rakyat Syariah, Berkah Amal Sejahtera dan BPRS Dana Mardhatilla pada tanggal 19 Agustus 1991. Kemudian, disusul oleh BPRS Amanah Rabbaniyah pada tanggal 24 Oktober di tahun yang sama. Ketiga BPRS tersebut beroperasi di Bandung, dan kemudian berdiri BPRS Hareukat pada tanggal 10 November 1991 di Aceh
4.    Periode Undang-Undang No. 7 Tahun 1992
Titik terang untuk pendirian lembaga bank dengan sistem syariah sebenarnya telah muncul sejak awal tahun 1990-an. Setelah adanya rekomendasi dari lokakarya ulama tentang bunga bank dan perbankan di Cisaura, Bogor tanggal 19-22 Agustus 1990, hasil lokakarya tersebut dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional IV MUI yang berlangsung di Hotel Sahid Jaya, Jakarta pada tanggal 22-25 Agustus 1990. berdasarkan amanat Munas tersebut, maka dibentuk kelompok kerja untuk mendirikan bank Islam di Indonesia.

4. Periode Undang-Undang No. 10 Tahun 1998
Pada Tahun 1998, dikeluarkan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Pada undang-undang ini terdapat beberapa perubahan yang memberikan peluan yang lebih besar bagi pengembangan perbankan syariah di Indonesia. Dari UU tersebut dapat disimpulakan, bahwa sistem ,perbankan syariah dikembangkan dengan tujuan sebagai berikut:
Memenuhi kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak menerima konsep bunga. Dengan ditetapkannya sistem perbankan syariah yang berdampingan dengan sistem perbankan konvensional, mobilitas dana masyarakat dapat dilakukan secara lebih luas, terutama dari segmen yang selama ini belum dapat tersentuh oleh sistem perbankan konvensional yang menerapkan sistem bunga.
Membuka peluang pembiayaan bagi pengembangan usaha berdasarkan prinsip kemitraan. Dalam prinsip ini, konsep yang diterapkan adalah hubungan antar investor yang harmonis (mutual investor relatioship). Sementara dalam bank konvensional konsep yang diterapkan adalah hubungan debitor-kreditor (debitor to creditor relatioship).
Memenuhi kebutuhan akan produk dan jasa perbankan mayng memiliki beberapa keunggulan komparatif berupa peniadaan pembebanan bunga yang berkesinambungan (perpetual interest effect), membatasi kegiatan spekulasi myang tidak prodiktif, pembiayaan ditujukan mkepada usaha-usaha yang lebih memperhatikan unsur moral.

5. Periode Undang-Undang No. 21 Tahun 2008
Undang Undang No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syari’ah, merupakan sebagai kebijakan pemberlakukan yang ditentukan oleh kebijakan dasar dari Peraturan Bank Indonesia, yang merupakan sebagai bank sentral indonesia untuk mengatur dan mengawasi segala kegiatan perbankan di Indonesia. Kegiatan perbankan syari’ah didasari oleh asas, tujuan dan fungsi dari Perbankan Syariah didalam melakukan kegiatan usahanya yang berasaskan Prinsip Syariah/Islam, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian, dengan bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan pemerataan kesejahteraan rakyat yaitu :
- Untuk menjalankan fungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat.
- Untuk menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat.
- Untuk menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakil).

Pelaksanaan fungsi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selain itu, solusi yang dapat diambil adalah mengupgrade sistem E-banking yang lebih aman dan menghubungkan system E-banking yang selalu online dengan server pusat agar lebih terkontrol. Adapun memiliki sebuah alat dan system E-banking yang lebih kompleks beserta dengan system keamanannya.


BAB IV
KESIMPULAN
Adapun jenis risiko yang wajib dikelola bank adalah:


Ø  Resiko Kredit
Ø  Resiko Pasar
Ø  Resiko Operasional
Ø  Resiko Likuiditas
Ø  Resiko Hukum
Ø  Resiko Reputasi
Ø  Resiko Strategik
Ø  Resiko Kepatuhan



Risiko yang dihadapi dunia Perbankan:
•      Penyaluran dana yang salah sasaran
•      Kinerja SDM yang buruk
•      Kondisi perekonomian makro yang buruk
•      Persaingan yang semakin ketat antar lembaga perbankan
•      Perkembangan teknologi

Dijelaskan juga bahwa Ruang Lingkup Manajemen Risiko Teknologi Informasi diantaranya:
  •  Bank wajib menerapkan manajemen risiko secara efektif dalam penggunaan Teknologi Informasi, Penerapan manajemen risiko paling kurang mencakup, pengawasan aktif dewan Komisaris dan Direksi, Kecukupan kebijakan dan prosedur penggunaan Teknologi Informasi, Kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko penggunaan Teknologi Informasi, dan Sistem pengendalian intern atas penggunaan Teknologi Informasi. Penerapan manajemen risiko harus dilakukan secara terintegrasi dalam setiap tahapan penggunaan Teknologi Informasi sejak proses perencanaan, pengadaan, pengembangan, operasional, pemeliharaan hingga penghentian dan penghapusan sumber daya Teknologi Informasi.

Jadi manajemen resiko pada sebuah bank yang belum online atau belum menggunakan e-banking adalah jelas berbeda dengan bank yang sudah online dan mempunyai E-banking. Kompleksitas usaha meliputi antara lain keragaman dalam jenis transaksi/produk/jasa dan jaringan kantor serta teknologi pendukung yang digunakan.




SUMBER:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar