Rabu, 26 Oktober 2011
Pemuda dan Sosialisasi
2.1
Pengertian Pemuda
Secara
hukum pemuda adalah manusia yang berusia 15 – 30 tahun, secara biologis yaitu
manusia yang sudah mulai menunjukkan tanda-tanda kedewasaan seperti adanya
perubahan fisik, dan secara agama adalah manusia yang sudah memasuki fase aqil
baligh yang ditandai dengan mimpi basah bagi pria biasanya pada usia 11 – 15
tahun dan keluarnya darah haid bagi wanita biasanya saat usia 9 – 13 tahun.
Pemuda adalah suatu generasi yang
dipundaknya terbebani berbagai macam – macam harapan, terutama dari generasi
lainnya. Hal ini dapat dimengerti karena pemuda diharapkan sebagai generasi
penerus, generasi yang akan melanjutkan perjuangan generasi sebelumnya,
generasi yang mengisi dan melanjutkan estafet pembangunan.
Di dalam masyarakat, pemuda merupakan satu
identitas yang potensial. Kedudukannya yang strategis sebagai penerus cita –
cita perjuangan bangsa dan sumber insani bagi pembangunan bangsanya.
Macam – macam pemuda dikaji dari perannya dalam
masyarakat
1.
Jenis pemuda urakan
Yaitu pemuda yang tidak
bermaksud untuk mengadakan perubahan–perubahan dalam masyarakat. Tidak ingin
untuk mengadakan perubahan dalam kebudayaan, akan tetapi ingin kebebasan bagi
dirinya sendiri, kebebasan untuk menentukan kehendak diri sendiri.
2.
Jenis pemuda nakal
Pemuda-pemuda ini tidak ingin,
tidak berminat dan tidak bermaksud untuk mengadakan perubahan dalam masyarakat
ataupun kebudayaan, melainkan berusaha memperoleh manfaat dari masyarakat
dengan menggunakan tindakan yang mereka anggap menguntungkan dirinya tetapi
merugikan masyarakat.
3.
Jenis Pemuda Radikal
Pemuda-pemuda radikal
berkeinginan untuk mengadakan perubahan revolusioner. Mereka tidak puas, tidak
bisa menerima kenyataan yang mereka hadapi dan oleh sebab itu mereka hadapi dan
oleh sebab itu mereka berusaha baik secara lisan maupun tindakan rencana jangka
panjang asal saja keadaan berubah sekarang juga.
4.
Jenis Pemuda Sholeh
Pemuda yang dalam setiap
tingkah lakunya sehari – hari selalu berpegang teguh terhadap agamanya.
Melakukan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Ditinjau dari kelompok umur, maka pemuda Indonesia adalah sebagai berikut :
Masa
bayi
: 0 – 1 tahun
Masa
anak
: 1 – 12 tahun
Masa
Puber
: 12 – 15 tahun
Masa Pemuda : 15 – 21
tahun
Masa dewasa :
21 tahun keatas
Dilihat dari segi budaya atau fungsionalya maka dikenal istilah anak,
remaja dan dewasa, dengan perincian sebagia berikut :
Golongan anak : 0 – 12 tahun
Golongan remaja : 13 – 18 tahun
Golongan dewasa : 18 (21) tahun keatas
Usia 0-18 tahun adalah merupakan sumber daya manusia muda, 16 – 21 tahun
keatas dipandang telah memiliki kematangan pribadi dan 18(21) tahun adalah usia
yagn telah diperbolehkan untuk menjadi pegawai baik pemerintah maupun swasta
Dilihat dari segi ideologis politis, generasi muda adalah mereka yang
berusia 18 – 30 – 40 tahun, karena merupakan calon pengganti generasi
terdahulu. Pengertian pemuda berdasarkan umur dan lembaga serta ruang lingkup
tempat pemuda berada terdiri atas 3 katagori yaitu :
- siswa, usia antara 6 – 18 tahun, masih duduk di bangku sekolah
- Mahasiswa usia antara 18 – 25 tahun beradi di perguruan tinggi dan akademi
- Pemuda di luar lingkungan sekolah maupun perguruan tinggi yaitu mereka yang berusia 15 – 30 tahun keatas.
Akan tetapi, apabila melihat peran pemuda sehubungan dengan pembangunan,
peran itu dibedakan menjadi dua yaitu
- Didasarkan atas usaha pemuda untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan-tuntutan lingkungan. Pemuda dalam hal ini dapat berperan sebagai penerus tradisi dengan jalan menaati tradisi yang berlaku
- Didasarkan atas usaha menolak menyesuaikan diri dengan lingkungan. Peran pemuda jenis ini dapat dirinci dalam tiga sikap, yaitu : pertama jenis pemuda “pembangkit” mereka adalah pengurai atu pembuka kejelasan dari suatu masalah sosial. Mereka secara tidak langsung ktu mengubah masyarakat dan kebudayaan. Kedua pemuda pdelinkeun atau pemuda nakal. Mereka tidak berniat mengadakan perubahan, baik budaya maupun pada masyarakat, tetapi hanya berusaha memperoleh manfaat dari masyarakat dengan melakukan tidnakan menguntungkan bagi dirinya, sekalipun dalam kenyataannya merugikan. Ketiga, pemuda radikal. Mereka berkeinginan besar untuk mengubah masyarakat dan kebudayaan lewat cara-cara radikal, revolusioner.
Pengertian Sosialisasi
Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman
atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi
lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat.
Sejumlah sosiolog
menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role theory). Karena dalam proses
sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan oleh individu.
Jenis sosialisasi
Keluarga sebagai perantara
sosialisasi primer
Berdasarkan jenisnya, sosialisasi dibagi menjadi
dua: sosialisasi primer (dalam keluarga) dan sosialisasi sekunder (dalam
masyarakat). Menurut Goffman kedua proses tersebut berlangsung dalam
institusi total, yaitu tempat tinggal dan tempat bekerja. Dalam kedua institusi
tersebut, terdapat sejumlah individu dalam situasi yang sama, terpisah dari
masyarakat luas dalam jangka waktu kurun tertentu, bersama-sama menjalani hidup
yang terkukung, dan diatur secara formal.
- Sosialisasi primer
Peter L. Berger dan Luckmann
mendefinisikan sosialisasi primer sebagai sosialisasi pertama yang dijalani
individu semasa kecil dengan belajar menjadi anggota masyarakat (keluarga).
Sosialisasi primer berlangsung saat anak berusia 1-5 tahun atau saat anak belum
masuk ke sekolah.
Anak mulai mengenal anggota keluarga dan lingkungan keluarga. Secara bertahap dia mulai
mampu membedakan dirinya dengan orang lain di sekitar keluarganya.
Dalam tahap ini, peran orang-orang yang terdekat
dengan anak menjadi sangat penting sebab seorang anak melakukan pola interaksi
secara terbatas di dalamnya. Warna kepribadian anak akan sangat ditentukan oleh warna
kepribadian dan interaksi yang terjadi antara anak dengan anggota keluarga
terdekatnya.
- Sosialisasi sekunder
Sosialisasi sekunder adalah suatu proses
sosialisasi lanjutan setelah sosialisasi primer yang memperkenalkan individu ke
dalam kelompok tertentu dalam masyarakat. Salah satu bentuknya adalah resosialisasi dan desosialisasi. Dalam proses
resosialisasi, seseorang diberi suatu identitas diri yang baru. Sedangkan dalam
proses desosialisasi, seseorang mengalami 'pencabutan' identitas diri yang
lama.
Tipe sosialisasi
Setiap kelompok masyarakat
mempunyai standar dan nilai yang berbeda. contoh, standar 'apakah seseorang
itu baik atau tidak' di sekolah dengan di kelompok sepermainan tentu berbeda.
Di sekolah,
misalnya, seseorang disebut baik apabila nilai ulangannya di atas tujuh atau
tidak pernah terlambat masuk sekolah. Sementara di kelompok sepermainan,
seseorang disebut baik apabila solider dengan teman atau saling membantu.
Perbedaan standar dan nilai pun tidak terlepas dari tipe sosialisasi yang ada.
Ada dua tipe sosialisasi. Kedua tipe sosialisasi tersebut adalah sebagai
berikut.
- Formal
Sosialisasi tipe ini terjadi melalui
lembaga-lembaga yang berwenang menurut ketentuan yang berlaku dalam negara,
seperti pendidikan di sekolah dan pendidikan militer.
- Informal
Sosialisasi tipe ini terdapat di masyarakat atau
dalam pergaulan yang bersifat kekeluargaan, seperti antara teman, sahabat, sesama
anggota klub, dan kelompok-kelompok sosial yang ada di dalam masyarakat.
Baik sosialisasi formal maupun sosialisasi
informal tetap mengarah kepada pertumbuhan pribadi anak agar sesuai dengan
nilai dan norma yang berlaku di lingkungannya. Dalam lingkungan formal seperti
di sekolah, seorang siswa bergaul dengan teman sekolahnya dan berinteraksi
dengan guru dan karyawan sekolahnya. Dalam interaksi tersebut, ia mengalami
proses sosialisasi. dengan adanya proses soialisasi tersebut, siswa akan
disadarkan tentang peranan apa yang harus ia lakukan. Siswa juga diharapkan
mempunyai kesadaran dalam dirinya untuk menilai dirinya sendiri. Misalnya,
apakah saya ini termasuk anak yang baik dan disukai teman atau tidak? Apakah
perliaku saya sudah pantas atau tidak?
Meskipun proses sosialisasi dipisahkan secara
formal dan informal, namun hasilnya sangat suluit untuk dipisah-pisahkan karena
individu biasanya mendapat sosialisasi formal dan informal sekaligus.
Pola sosialisasi
Sosiologi dapat dibagi menjadi dua pola:
sosialisasi represif dan sosialisasi partisipatoris. Sosialisasi represif
(repressive socialization)
menekankan pada penggunaan hukuman terhadap kesalahan. Ciri lain dari
sosialisasi represif adalah penekanan pada penggunaan materi dalam hukuman dan
imbalan. Penekanan pada kepatuhan anak dan orang tua. Penekanan pada komunikasi
yang bersifat satu arah, nonverbal dan berisi perintah, penekanan sosialisasi
terletak pada orang tua dan keinginan orang tua, dan peran keluarga sebagai significant other. Sosialisasi
partisipatoris (participatory socialization) merupakan pola di mana anak
diberi imbalan ketika berprilaku baik. Selain itu, hukuman dan imbalan bersifat
simbolik. Dalam proses sosialisasi ini anak diberi kebebasan. Penekanan
diletakkan pada interaksi dan komunikasi
bersifat lisan yang menjadi pusat sosialisasi adalah anak dan keperluan anak.
Keluarga menjadi generalized other.
Agen sosialisasi
Agen sosialisasi adalah pihak-pihak yang
melaksanakan atau melakukan sosialisasi. Ada empat agen sosialisasi yang utama,
yaitu keluarga,
kelompok bermain, media massa, dan lembaga pendidikan sekolah.
Pesan-pesan yang disampaikan agen sosialisasi
berlainan dan tidak selamanya sejalan satu sama lain. Apa yang diajarkan
keluarga mungkin saja berbeda dan bisa jadi bertentangan dengan apa yang
diajarkan oleh agen sosialisasi lain. Misalnya, di sekolah anak-anak diajarkan
untuk tidak merokok, meminum minman keras dan menggunakan obat-obatan terlarang
(narkoba), tetapi mereka dengan leluasa mempelajarinya dari teman-teman sebaya
atau media massa.
Proses sosialisasi akan berjalan lancar apabila
pesan-pesan yang disampaikan oleh agen-agen sosialisasi itu tidak bertentangan
atau selayaknya saling mendukung satu sama lain. Akan tetapi, di masyarakat,
sosialisasi dijalani oleh individu dalam situasi konflik pribadi karena
dikacaukan oleh agen sosialisasi yang berlainan.
- Keluarga (kinship)
Bagi keluarga
inti (nuclear family) agen
sosialisasi meliputi ayah,
ibu, saudara kandung,
dan saudara angkat yang belum menikah dan tinggal secara bersama-sama dalam suatu rumah. Sedangkan pada
masyarakat
yang menganut sistem kekerabatan diperluas (extended family), agen sosialisasinya menjadi lebih luas karena
dalam satu rumah dapat saja terdiri atas beberapa keluarga yang meliputi kakek,
nenek, paman, dan bibi di samping anggota keluarga inti. Pada masyarakat
perkotaan yang telah padat penduduknya, sosialisasi dilakukan oleh orang-orabng
yang berada diluar anggota kerabat biologis seorang anak. Kadangkala terdapat
agen sosialisasi yang merupakan anggota kerabat sosiologisnya, misalnya pramusiwi,
menurut Gertrudge Jaeger peranan
para agen sosialisasi dalam sistem keluarga pada tahap awal sangat besar karena
anak sepenuhnya berada dalam ligkugan keluarganya terutama orang tuanya
sendiri.
- Teman pergaulan
Teman pergaulan (sering juga disebut teman
bermain) pertama kali didapatkan manusia ketika ia mampu berpergian ke luar
rumah. Pada awalnya, teman bermain dimaksudkan sebagai kelompok yang bersifat
rekreatif, namun dapat pula memberikan pengaruh dalam proses sosialisasi
setelah keluarga. Puncak pengaruh teman bermain adalah pada masa remaja. Kelompok
bermain lebih banyak berperan dalam membentuk kepribadian
seorang individu.
Berbeda dengan proses sosialisasi dalam keluarga
yang melibatkan hubungan tidak sederajat (berbeda usia, pengalaman, dan
peranan), sosialisasi dalam kelompok bermain dilakukan dengan cara mempelajari
pola interaksi dengan orang-orang yang sederajat dengan dirinya. Oleh sebab
itu, dalam kelompok bermain, anak dapat mempelajari peraturan yang mengatur peranan
orang-orang yang kedudukannya sederajat dan juga mempelajari nilai-nilai keadilan.
- Lembaga pendidikan formal (sekolah)
Menurut Dreeben, dalam lembaga pendidikan
formal seseorang belajar membaca, menulis, dan berhitung. Aspek lain yang juga
dipelajari adalah aturan-aturan mengenai kemandirian (independence), prestasi (achievement),
universalisme, dan kekhasan (specificity).
Di lingkungan rumah seorang anak mengharapkan bantuan dari orang tuanya dalam
melaksanakan berbagai pekerjaan, tetapi di sekolah sebagian
besar tugas sekolah harus dilakukan sendiri dengan penuh rasa tanggung jawab.
- Media massa
Yang termasuk kelompok media massa
di sini adalah media cetak (surat kabar, majalah, tabloid), media
elektronik (radio,
televisi, video, film). Besarnya
pengaruh media sangat tergantung pada kualitas dan frekuensi pesan yang
disampaikan.
Contoh:
·
Penayangan
acara SmackDown! di televisi diyakini
telah menyebabkan penyimpangan perilaku anak-anak dalam beberapa kasus.
·
Iklan
produk-produk tertentu telah meningkatkan pola konsumsi atau bahkan gaya hidup
masyarakat pada umumnya.
·
Gelombang
besar pornografi, baik dari internet maupun media cetak atau tv, didahului
dengan gelombang game eletronik dan segmen-segmen tertentu dari media TV
(horor, kekerasan, ketaklogisan, dan seterusnya) diyakini telah mengakibatkan
kecanduan massal, penurunan kecerdasan, menghilangnya perhatian/kepekaan
sosial, dan dampak buruk lainnya.
- Agen-agen lain
Selain keluarga, sekolah, kelompok
bermain dan media massa, sosialisasi juga dilakukan oleh institusi agama,
tetangga, organisasi rekreasional, masyarakat,
dan lingkungan pekerjaan. Semuanya membantu seseorang membentuk pandangannya
sendiri tentang dunianya dan membuat presepsi mengenai tindakan-tindakan yang
pantas dan tidak pantas dilakukan. Dalam beberapa kasus, pengaruh-pengaruh
agen-agen ini sangat besar.
Hubungan Pemuda dan Sosialisasi
Kedudukan pemuda dalam masyarakat adalah sebagai mahluk moral, mahluk sosial. Artinya beretika, bersusila, dijadikan sebagai barometer moral kehidupan bangsa dan pengoreksi. Sebagai mahluk sosial artinya pemuda tidak dapat berdiri sendiri, hidup bersama-sama, dapat menyesuaikan diri dengan norma-norma, kepribadian, dan pandangan hidup yagn dianut masyarakat. Sebagai mahluk individual artinya tidak melakukan kebebasan sebebas-bebasnya, tetapi disertai ras tanggung jawab terhadap diri sendiri, terhadap masyarakat, dan terhadap Tuhan Yang maha Esa.
PROSES SOSIALISASI
Melalui proses
sosialisasi, seseorang akan terwarnai cara berpikir dan kebiasaan-kebiasaan
hidupnya. Dengan demikian, tingkah laku seseorang akan dapat diramalkan. Dengan
proses sosialisasi, seseorang menajdi tahu bagaimana ia mesti bertingkah laku
di tengah-tengah masyarakat dan lingkungan budayanya. Dari keadaan
tidak atau belum tersosialisasi, menjadi manusia masyarakat dan beradab.
Kedirian dan kepribadian melalui proses sosialisasi dapat terbentuk. Dalam hal
ini sosialisasi diartikan sebagai proses yang membantu individu melalui belajar
dan menyesuaikan diri, bagaimana cara hidup dan bagaimana cara berpikir
kelompoknya agar dapat berperan dan berfungsi dalam kelompoknya. Sosialisasi
merupakan salah satu proses belajar kebudayaan dari anggota masyarakat dan
hubungannya dengan sistem sosial.
Proses
sosialisasi banyak ditentukan oleh susunan kebudayaan dan lingkungan sosial
yang bersangkutan. Berbeda dengan inkulturasi yang mementingkan nilai-nilai dan
norma-norma kebudayaan dalam jiwa individu, sosialisasi dititik beratkan pada
soal individu dalam kelompok melalui pendidikan dan perkembangannya. Oleh karena itu proses sosialisasi melahirkan kedirian dan kepribadian
seseorang. Kedirian (self) sebagai suatu produk sosialisasi, merupakan
kesadaran terhadap diri sendiri dan memandang adanya pribadi orang lain di luar
dirinya. Kesadaran terhadap diri sendiri membuat timbulnya sebutan “aku” atau
“saya” sebagai kedirian subyektif yang sulit dipelajari. Asal mula
timbulnya kedirian :
1.
Dalam proses sosialisasi mendapat bayangan dirinya, yaitu setelah
memperhatikan cara orang lain memandang dan memperlakukan dirinya.
2.
Dalam proses sosialisasi juga membentuk kedirian yang ideal. Orang
bersangkutan mengetahui dengan pasti apa-apa yang harus ia lakukan agar
memperoleh penghargaan dari orang lain. Bentuk-bentuk kedirian ini
berguna dalam meningkatkan ketaatan anak terhadap norma-norma sosial.
Thomas Ford
Hoult, menyebutkan bahwa proses sosialisasi adalah proses belajar individu
untuk bertingkah laku sesuai dengan standar yang terdapat dalam kebudayaan
masyarakatnya. Menurut R.S. Lazarus, proses sosialisasi adalah proses
akomodasi, dengan mana individu menghambat atau mengubah impuls-impuls sesuai
dengan tekanan lingkungan, dan mengembangkan pola-pola nilai dan tingkah
laku-tingkah laku yang baru yang sesuai dengan kebudayaan masyarakat.
Secara klasik masa muda merupakan masa yang
paling menyenangkan. Pencarian jati diri dengan melakukan berbagai hal sesuai
kehendak hati, kesenangan, sex bebas, narkotika, kenakalan dan lain-lain
merupakan refleksi kelebihan energi yang bermuatan negative. Selama ini pemuda
merupakan obyek dan bukan subjek bagi pembangunan. Sehingga hanya sebagai
penonton dan penikmat hasil dari pembangunan. Hal ini terjadi karena ketidak percayaangenerasi
tua terhadap generasi muda. Takut akan terjadi kegagalan dan sikap mengecilkan
bukan suatu sikap yang membangun generasi muda menuju ke arah yang lebih baik
karena hal itu dapat mengganggu perkembangan mental pemuda. Tidak adanya
kesempatan untuk melakukan pembangunan menumbuhkan suatu perasaan yang
membosankan dari diri pemuda. Kegiatan mengasingkan diri dan membentuk
kelompok-kelompok preman serta melakukan kegiatan yang meresahkan bagi
masarakat umum merupakan suatu cara mereka dalam menyalurkan energy. Dengan
demikian tidak dapat di salahkan jika generasi muda yang berikutnya akan
demikian. Sikap imitasi/meniru prilaku dari orang lain merupakan proses
belajar. Maka lingkungan juga memiliki peran yang cukup besar dalam pertumbuhan
setiap insan. Lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, lingkungan sekolah
dan lain-lain memiliki porsi yang berbeda dalam membentuk kepribadian anak.
Misal seorang anak yang tinggal di lingkungan sekolah pasti memiliki
kepribadian yang berbeda dengan anak yang tinggal dilingkungan pasar.
Setiap individu dalam berinteraksi selalu
melibatkan individu lain baik yang berkelompok maupun tidak. Dalam
hubugannyaindividu dapat mengubah, memperbaiki bahkan merusak eksistensi suatu
kelompok/lingkungan demikian juga sebaliknya kelompok/lingkungan juga dapat
mengubah dan merusak individu sebagai akibat perusakan individu terhadap
lingkungannya. Dengan demikian perspektif masyarakat mengenai
pemasalahan-permasalahan pemuda juga harus dilihat dari kaca mata yang berbeda
pula. Perilaku yang menyimpang belum tentu karena adanya keinginan dari dalam
pemuda itu sendiri melinkan lingkungan yang dibentuk oleh generasi terdahulu
juga berpotensi memicu tindakan yang menyimpang oleh pemuda. Keseimbangan
antara manusia dan lingkungannya adalah suatu keseimbangan yang dinamis, suatu
interaksi yang bergerak. Arah itu sendiri mungkin ke arah kehancuran atau
perbaikkan. Hal itu tergantug pada tingkat pengelolaan manusia terhadap
lingkungannya, baik potensi manusiawi maupun potensi fisik yang ekonomis.
Jurang pemisah antar golongan akan musnah jika
kita memandang semua golongan itu sebagai totalitas (orang tua, pemuda,
anak-anak). Dengan demikian tidak ada pertentangan antara pemuda, orang dewasa
(generasi tua) dan anak-anak, secara fundamental. Tidak ada generasi yang
menganggap dirinya pelindung generasi sekarang atau yang akan datang. Semuanya
bertanggung jawab atas keselamatan kesejahteraan, kelangsungan generasi
sekarang dan yang akan dating.Kalaupun perbedaan dalam kematangan befikir, dalam
menghayati makna hidup dan kehidupan ini semata-mata disebabkan oleh tingkat
kedewasaannya saja. Melainkan perbedaan antara kelompok-kelompok yang ada,
antara generasi tua dan generasi muda misalnya, hanya terletak pada derajat dan
ruang lingkup tanggung jawabnya.
STUDI
KASUS
Kurang
seimbangnya fasilitas pendidikan dan lapangan kerja dengan jumlah generasi
pemuda pada ssaat
sekarang ini. Di
negara kita generasi pemuda sangat
memperihatinkan pada saat
sekarang ini. Seperti banyak penyimpangan moral seperti menggunakan narkoba ,
ngamen dipinggir jalan dan lain-lain. Hal ini dikarnakan salah satu khasus
yaitu kurang seimbangnya pendidikan dan lapangan kerja dengan jumlah generasi
pemuda. Kurangnya fasilitas dan lapangan kerja dengan pemuda di indonesia ini
mejadikan tingkat produktifitas dan kreasi pemuda bangsa indonesia semakin hari
makin memperihatinkan.
Solusinya :
Pemerintah harus mendidik pemuda
untuk bisa berkreasi dibidang wirausaha seperti membuka kursus dan memberikan
modal kepada pemuda agar bisa membuka usaha sendiri dan membuka lapangan kerja
untuk orang disekitarnya.
Studi Kasus:
Proses sosialisasi banyak
ditentukan oleh susunan kebudayaan dan lingkungan sosial yang bersangkutan.
Berbeda dengan inkulturasi yang mementingkan nilai-nilai dan norma-norma
kebudayaan dalam jiwa individu, sosialisasi dititik beratkan pada soal individu
dalam kelompok melalui pendidikan dan perkembangannya. Oleh karena itu proses
sosialisasi melahirkan kedirian dan kepribadian seseorang. Kedirian (self)
sebagai suatu produk sosialisasi, merupakan kesadaran terhadap diri sendiri dan
memandang adanya pribadi orang lain di luar dirinya. Kesadaran terhadap diri
sendiri membuat timbulnya sebutan “aku” atau “saya” sebagai kedirian subyektif
yang sulit dipelajari.
Kesimpulan :
Pada penulisan
ini dapat kita simpulkan dari inti pokok permasalahan diatas bahwa setiap pergaulan harus mempunyai batasan-batasan yang
sesuai dengan etika sopan-santun di lingkungan baik kepada yang muda, sebaya,
ataupun orang yang lebih tua.
REFERENSI
jamalfirdaus.blogspot.com/2010/11/pemuda-dan-sosialisasi.html
isramrasal.wordpress.com/2009/10/30/pemuda-dan-sosialisasi/
id.wikipedia.org/wiki/Sosialisasi
panduzone.blogspot.com/2009/11/pemuda-dan-sosialisasi.html
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar